Bank Sentral Selandia Baru Mengatakan Kebijaknnya Perlu Tetap Bersifat Restriktif untuk Beberapa Waktu
Suku bunga di Selandia Baru perlu tetap dibatasi selama beberapa waktu untuk memastikan ekspektasi inflasi kembali tertahan sepenuhnya, kata seorang gubernur bank sentral terkemuka pada hari Jumat, sambil menekankan bahwa mereka tidak memiliki “pola pikir” untuk mempertimbangkan pemotongan.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Deputi Gubernur Reserve Bank of New Zealand Christian Hawkesby mengatakan inflasi berada di jalur menuju pusat kisaran target 1% hingga 3%, namun bank sentral harus tetap berada pada jalur tersebut untuk memastikannya.
“Kita perlu memiliki keyakinan bahwa ekspektasi inflasi dan inflasi inti semuanya kembali ke angka 2% tersebut,” kata Hawkesby. “Kita sebenarnya perlu memiliki periode waktu di mana perekonomian berada di bawah potensinya.”
RBNZ mempertahankan suku bunga resminya pada tingkat tertinggi dalam 15 tahun sebesar 5,5% pada pertemuan kebijakan pertama tahun ini minggu ini dan mencatat bahwa risiko seputar inflasi kini lebih seimbang.
Mereka juga memproyeksikan tingkat suku bunga akan tetap pada tingkat saat ini hingga pertengahan tahun 2025, meskipun pasar memperkirakan pelonggaran akan dilakukan pada akhir tahun ini karena inflasi melambat dan tingkat suku bunga riil meningkat.
Data penjualan ritel terbaru menunjukkan penurunan tajam belanja riil pada kuartal Desember, yang meningkatkan risiko perekonomian kembali tergelincir ke dalam resesi.
Hawkesby mengatakan kesenjangan output – perbedaan antara output aktual dan output potensial perekonomian – saat ini berada di kisaran nol atau bahkan negatif, namun kesenjangan tersebut harus tetap sama agar permintaan dan penawaran berada pada keseimbangan yang lebih baik.
“Kebijakan saat ini masih bersifat restriktif dan hal ini berhasil, sehingga memberikan kita keyakinan bahwa inflasi akan turun,” kata Hawkesby. “Jadi kami akan melakukan pemotongan pada suatu waktu di masa depan, namun masih banyak ketidakpastian mengenai kapan hal tersebut akan dilakukan.”
Gubernur Orr mengatakan dalam pidatonya di Christchurch bahwa risiko paling signifikan terhadap perekonomian Selandia Baru berasal dari luar negeri, bukan dalam negeri, termasuk perlambatan perekonomian Tiongkok dan dampaknya terhadap permintaan barang-barang Selandia Baru.
Dia menambahkan bahwa produktivitas di Selandia Baru terus dirugikan oleh kurangnya investasi dalam inovasi dan modal.
“Selandia Baru adalah investor yang buruk,” katanya pada acara makan siang Business Canterbury. “Kami adalah salah satu negara dengan modal dangkal di OECD.”
Warga Selandia Baru memiliki investasi yang signifikan di pasar perumahan. Orr mengatakan meski harga rumah saat ini lemah, bank sentral memperkirakan pertumbuhan tahunan sebesar 5% selama tiga tahun ke depan.