Harga Emas Kembali Menguat, Setelah Capai Terendah $1,911
Pasar keuangan global bergerak cukup volatile selama sesi perdagangan awal pekan (23/1) dimana Harga emas berbalik dari level terendah hariannya sementara Dolar bergerak melemah mencapai level terendah baru sejak Mei tahun lalu.
Meski sempat melemah selama sesi perdagangan Asia hingga awal Amerika, Harga emas akhirnya kembali diperdagangkan diatas $1,930 setelah karena kekhawatiran tentang resesi AS dan prospek Federal Reserve yang kurang agresif membuat investor menjauh dari greenback.\
Dipasar pot, harga emas ditutup menguat sebanyak $5.28 atau 0.27% berakhir padal evel $1,931 per ons, pulih dari terendah $1,911. Sementara emas berjangka kontrak Februari ditutup menguat sekitar $0.40 atau 0.02% berakhir pada level $1,928.60 per ons di Divisi Comex.
Dolar
Indeks Dolar ditutup hampir doji – mencatatkan keuntungan tipis hanya sekitar 3 poin atau 0.03% berakhir pada level 102.03, setelah capai terendah 101.57 dan tertinggi 102.28 ditopang oleh penguatan imbal hasil obligasi AS karena harapan masih adanya ruang kenaikan suku bunga setidaknya 25bps pada pertemuan FOMC pada 2 Februari mendatang.
Imbal hasil oblgasi 10 tahun AS tercatat naik tiga setengah bps menjadi 3,517%. Sementara itu, pelemahan Dolar menjadi pendorong bagi pasar matauang berisiko menguat sambil mendapatkan dorongan dari fundamental masing-masing.
Pasangan EUR/USD diperdagangkan menguat sebanyak 15 poin atau 0.14% berakhir pada level 1.0871, setelah capai terendah 1.0846 dan tertinggi 1.0926 karena pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga dari Bank Sentral Eropa, dimana pada saat yang sama investor melihat sikap Federal Reserve yang mulai kurang agresif.
AUD/USD mencatatkan keuntungan sebanyak 62 poin atau 0.88% berakhir pada level 0.7027, sementara GBP/USD menyelesaikan perdagangan Senin (23/1) dengan kerugian sekitar 21 poin atau 0.17% berakhir pada level 1.2376 karena prospek ekonomi Inggris yang lemah.
Sentimen
Memasuki sesi perdagangan Selasa (24/1), fokus pasar global akan tertuju pada laporan Manufaktur PMI Eropa, Inggris dan Amerika. Minimnya data dan masih ditutupnya pasar China dan Hongkong akan mendorong volatilitas pasar dipasar Asia cenderung sepi.